Di sebuah kota
yang maju dan padat, gedung-gedung yang menjulang tinggi pencakar langit.
Rumah-rumah elit berjajar bagaikan istana dalam kompleks. Orang-orang kaya
tinggal di kota
tersebut. Terkecuali Rara, Riri dan Bundanya, Ayahnya telah meninggal sejak 4
tahun lalu karena kecelakaan pesawat terbang.
Rara dan Riri adalah saudara kembar. Mereka sekolah di SMP Halilintar,
mereka adalah siswi paling pandai di sekolahnya. Tapi itu dulu, sekarang mereka
tak lagi menuntut ilmu karena tuntutan biaya yang mahal, padahal mereka
hanyalah keluarga yang tak mampu.
“Bun…, aku bantu nyiapkan sarapan, ya …?!!?” tanya Rara.
“Aduch… telat Ra, semuanya sudah siap.” jawab Bu Lisa, Bunda Rara dan
Riri.
“Kalian bangunnya siang sich…” jawab Bu Lisa dengan nada mengejek.
Mereka pun sarapan bersama dengan makanan yang sederhana.
“Bun, kami jualan kuenya di SMP dekat Rumah Sakit itu aja ya…” kata
Riri.
“Kenapa di SMP itu? Di pasarkan lebih ramai.” tanya Bu Lisa.
“Kan
sekalian nambah ilmu Bun. Ngintip- ngintip sedikit lewat jendela lach. Kami
juga ingin belajar Bun.” jawab Rara semangat.
“Terserah kalian saja dek.” Kata Bu Lisa sambil tersenyum.
Keluarga Bu Lisa berjualan kue untuk hidup sehari- hari. Uang hasil
jualan digunakan untuk makan, bayar kontrakan dan ditabung.
Selesai sarapan, Rara dan Riri mandi dan bersiap untuk jualan kue.
Setelah siap, mereka pamit ke Bundanya dan pergi untuk jualan kue.
Di perjalanan mereka menjajakan kue ke seorang ibu yang cantik.
Ternyata ibu tersebut mau membeli kue. Saat ibu tersebut mengeluarkan dompet,
terlihat foto dua anak kembar yang cantik.
“Foto siapa Tan?” tanya Rara penasaran.
“Foto anak saya. Mereka kembar. Namanya Rani dan Rina.” jawab Bu Lili,
Tante tersebut.
“Sama seperti kami Tan. Cantiknya…, boleh kenalan sama mereka enggak Tan?”
tanya Riri.
“Boleh, sayangnya mereka sudah tidak bersama Tante sejak kecil.
Mungkin jika mereka masih ada, mereka sebaya dengan kalian.” jawab Bu Lili
dengan meneteskan air mata.
“Tan, maafkan adek saya yang telah membuat Tante sedih.” kata Rara
merasa bersalah.
“Gak apa dek. Kalian baik kuq.” jawab Bu Lili.
Mereka melanjutkan perjalanan. Sesampainya di SMP, mereka menjajakan
kue-kue ke siswa-siswa yang ada. Banyak yang membeli kue-kue mereka, dengan
sekejap mata kue-kue mereka habis ludas tak tersisa. Rara dan Riri sangat senang
dan berulah kali mereka mengusapkan syukur alhamdulillah.
Bel masukpun berbunyi. Siswa-siswa segera masuk kelasnya masing-
masing. Rara dan Riri ikut menyelinap masuk ke sekolah itu. Mereka mendengarkan
ucapan guru yang mengajar dengan cermat. Mereka sangat senang karena bisa
mendapatkan ilmu walaupun itu sedikit.
Baru beberapa menit mereka merasakan menjadi siswi SMP, datanglah dua
satpam. Satpam itu mengusir Rara dan Riri. Mereka dipaksa keluar oleh ke-dua
satpam itu. Rara dan Riri sudah mencoba menjelasakan bahwa mereka hanya ingin
belajar, tetapi satpam tersebut tidak peduli. Rara dan Riri sedih sekali.
Dengan membawa luka berat di hati, mereka pulang.
Sesampainya di rumah, Bu Lisa menyambut Rara dan Riri dengan senyuman
indah. Rara dan Riri sedikit terhibur karena senyuman Bu Lisa. Mereka makan
bersama, Rara dan Riri tidak menceritakan pengalamannya kepada Bunda karena
mereka tidak mau Bundanya sedih.
“O… iya, Bunda punya hadiah buat kalian.” kata Bu Lisa.
“Apa hadiahnya Bun???” tanya Rara dan Riri penasaran.
Bu Lisa mengeluarkan dua buah kalung yang berliontin huruf ‘R’. Lalu
beliau memberikannya ke Rara dan Riri.
“Dari mana Bun???” tanya Rara.
“Sebenarnya kalian bukanlah anak kandung Bunda. Kalian Bunda temukan
di Pos Kamling sebelah dengan kalung-kalung ini. Tapi Bunda sangat sayang
dengan kalian” jawab Bu Lisa dengan nada sedih.
“Jangan bohong Bun?!!!?” kata Riri. Mereka menangis dalam ketika
mengetahui kenyataan yang pahit ini.
“Kalian jangan sedih, Bunda ikut sedih kalau kalian sedih. Cepat
kalian mandi dan tidur saja.” kata Bu Lisa. Dengan berat hati Rara dan Riri mandi
dan segera tidur. Semalaman mereka terus bermimpi tentang perkataan Bu Lisa.
Mereka juga memimpikan Bu Lili yang sedang menangis kareka kehilangan anaknya.
Keesokan harinya, Rara dan Riri berjualan kue ke SMP lagi. Berulang
kali mereka mencoba masuk, tetapi berulang kali juga mereka tertangkap oleh
satpam sekolah tersebut.
Pada ke sembilan kalinya mereka mencoba masuk ke SMP tersebut, satpam
sekolah tersebut sudah tidak tahan lagi. Satpam tersebut membawa Rara dan Riri
ke Kantor Polisi, Rara dan Riri hanya bisa pasrah. Di Kantor Polisi mereka
bertemu dengan Bu Lili yang sedang melaporkan anaknya yang hilang. Setelah Bu
Lili mengetahui bahwa Rara dan Riri ditangkap, beliau langsung membebaskan Rara
dan Riri dari satpam tersebut. Rara dan Riri sangat berterima kasih kepas Bu
Lili.
Bu Lili mengajak Rara dan Riri pilang ke rumah mereka. Tentu saja
dengan senang hati Rara dan Riri menerima Bu Lili yang baik hati sebagai tamu
mereka.
Sesampainya di rumah, Bu Lisa kaget dengan kehadiran Bu Lili di rumahnya.
Terfikir kesalahan yang diperbuat Rara dan Riri dalam benak Bu Lisa. Setelah
dipersilahkan masuk, Bu Lili masuk ke dalam rumah Rara dan Riri dan menjelaskan
yang terjadi. Bu Lisa sangat berterima kasih dengan kemurahan hati Bu Lili.
Ketika Rara memberikan camilan, terlihat kalung yang tidak asing lagi untuk Bu
Lili.
“Kalung dari mana Ra???” tanya Bu Lili dengan penasaran.
“Peninggalan sejak saya ditemukan oleh Bunda.” jawab Rara singkat.
“Maksudnya??” tanya Bu Lili yang tidak mengerti.
“Kami bukanlah anak kandung Bunda. Kami ditemukan di Pos Kampling
sebelah. Kami mencoba mencari Mama kami yang sebenarnya tetapi tidak berhasil.”
jawab Riri sembari meneteskan air mata.
“Boleh ku lihat??” tanya Bu Lili. Rara dan Riri memperlihatkan kalungnya
kepada Bu Lisa, tanpa sadar Bu Lili menangis. Bu Lili membuka liontin ‘R’
tersebut dan terlihat nama ‘Rani’ dan ‘Rina’.
“Kalian bernama Rani dan Rina.” kata Bu Lisa. Rara dan Riri yang
sangat bingung menangis dan memeluk Bu Lisa.
“Maksudnya apa Tan??” tanya Rara sambil menangis.
“Kalian adalah anak Tante yang hilang beberapa tahun lalu. Maukah
kalian ikut bersama Tante??” kata Bu Lili yang sebenarnya adalah mama kandung
Rara dan Riri.
“Kami ingin Ma, tetapi dengan Bunda.” kata Rara dan Riri serentak. Bu
Lisa yang sangat kaget hanya terdiam dan menangis bahagia.
“Tentu, kalian akan Mama sekolahkan di SMP.” kata Bu Lili.
“Terima kasih Ma.” Jawab mereka.
Bu Lisa, Bu Lili, Rara dan Riri. Pun pulang ke rumah baru mereka. Pada
hari itu juga yang bertepatan pada tanggal 2 Mei, mereka mencari SMP yang cocok
untuk Rara dan Riri. Rara dan Riri akhirnya menentukan untuk bersekolah di SMP Harapan Bangsa. Rara dan Riri bersekolah
dengan giat, tiada kata terlambat untuk belajar. Mereka menjadi bintang kelas
setiap tahun. Dan hidup bahagia dengan Mama dan Bunda.nya.
Rara dan Riri mendapat pelajaran yang sangat berharga. Mereka tidak
akan melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman tersebut telah membekas di hati
dan menjadi pedoman bagi Rara dan Riri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar