Minggu, 02 Oktober 2011

Cerpen Pendidikan : Harapan yang Bersinar Kembali


 Di sebuah kota yang maju dan padat, gedung-gedung yang menjulang tinggi pencakar langit. Rumah-rumah elit berjajar bagaikan istana dalam kompleks. Orang-orang kaya tinggal di kota tersebut. Terkecuali Rara, Riri dan Bundanya, Ayahnya telah meninggal sejak 4 tahun lalu karena kecelakaan pesawat terbang.
Rara dan Riri adalah saudara kembar. Mereka sekolah di SMP Halilintar, mereka adalah siswi paling pandai di sekolahnya. Tapi itu dulu, sekarang mereka tak lagi menuntut ilmu karena tuntutan biaya yang mahal, padahal mereka hanyalah keluarga yang tak mampu.
“Bun…, aku bantu nyiapkan sarapan, ya …?!!?” tanya Rara.
“Aduch… telat Ra, semuanya sudah siap.” jawab Bu Lisa, Bunda Rara dan Riri.
“Bunda …, selalu gak nyisain pekerjaan untuk kami sich…” kata Riri.
“Kalian bangunnya siang sich…” jawab Bu Lisa dengan nada mengejek. Mereka pun sarapan bersama dengan makanan yang sederhana.
“Bun, kami jualan kuenya di SMP dekat Rumah Sakit itu aja ya…” kata Riri.
“Kenapa di SMP itu? Di pasarkan lebih ramai.” tanya Bu Lisa.
“Kan sekalian nambah ilmu Bun. Ngintip- ngintip sedikit lewat jendela lach. Kami juga ingin belajar Bun.” jawab Rara semangat.
“Terserah kalian saja dek.” Kata Bu Lisa sambil tersenyum.
Keluarga Bu Lisa berjualan kue untuk hidup sehari- hari. Uang hasil jualan digunakan untuk makan, bayar kontrakan dan ditabung.
Selesai sarapan, Rara dan Riri mandi dan bersiap untuk jualan kue. Setelah siap, mereka pamit ke Bundanya dan pergi untuk jualan kue.
Di perjalanan mereka menjajakan kue ke seorang ibu yang cantik. Ternyata ibu tersebut mau membeli kue. Saat ibu tersebut mengeluarkan dompet, terlihat foto dua anak kembar yang cantik.
“Foto siapa Tan?” tanya Rara penasaran.
“Foto anak saya. Mereka kembar. Namanya Rani dan Rina.” jawab Bu Lili, Tante tersebut.
“Sama seperti kami Tan. Cantiknya…, boleh kenalan sama mereka enggak Tan?” tanya Riri.
“Boleh, sayangnya mereka sudah tidak bersama Tante sejak kecil. Mungkin jika mereka masih ada, mereka sebaya dengan kalian.” jawab Bu Lili dengan meneteskan air mata.
“Tan, maafkan adek saya yang telah membuat Tante sedih.” kata Rara merasa bersalah.
“Gak apa dek. Kalian baik kuq.” jawab Bu Lili.
Mereka melanjutkan perjalanan. Sesampainya di SMP, mereka menjajakan kue-kue ke siswa-siswa yang ada. Banyak yang membeli kue-kue mereka, dengan sekejap mata kue-kue mereka habis ludas tak tersisa. Rara dan Riri sangat senang dan berulah kali mereka mengusapkan syukur alhamdulillah.
Bel masukpun berbunyi. Siswa-siswa segera masuk kelasnya masing- masing. Rara dan Riri ikut menyelinap masuk ke sekolah itu. Mereka mendengarkan ucapan guru yang mengajar dengan cermat. Mereka sangat senang karena bisa mendapatkan ilmu walaupun itu sedikit.
Baru beberapa menit mereka merasakan menjadi siswi SMP, datanglah dua satpam. Satpam itu mengusir Rara dan Riri. Mereka dipaksa keluar oleh ke-dua satpam itu. Rara dan Riri sudah mencoba menjelasakan bahwa mereka hanya ingin belajar, tetapi satpam tersebut tidak peduli. Rara dan Riri sedih sekali. Dengan membawa luka berat di hati, mereka pulang.
Sesampainya di rumah, Bu Lisa menyambut Rara dan Riri dengan senyuman indah. Rara dan Riri sedikit terhibur karena senyuman Bu Lisa. Mereka makan bersama, Rara dan Riri tidak menceritakan pengalamannya kepada Bunda karena mereka tidak mau Bundanya sedih.
“O… iya, Bunda punya hadiah buat kalian.” kata Bu Lisa.
“Apa hadiahnya Bun???” tanya Rara dan Riri penasaran.
Bu Lisa mengeluarkan dua buah kalung yang berliontin huruf ‘R’. Lalu beliau memberikannya ke Rara dan Riri.
“Dari mana Bun???” tanya Rara.
“Sebenarnya kalian bukanlah anak kandung Bunda. Kalian Bunda temukan di Pos Kamling sebelah dengan kalung-kalung ini. Tapi Bunda sangat sayang dengan kalian” jawab Bu Lisa dengan nada sedih.
“Jangan bohong Bun?!!!?” kata Riri. Mereka menangis dalam ketika mengetahui kenyataan yang pahit ini.
“Kalian jangan sedih, Bunda ikut sedih kalau kalian sedih. Cepat kalian mandi dan tidur saja.” kata Bu Lisa. Dengan berat hati Rara dan Riri mandi dan segera tidur. Semalaman mereka terus bermimpi tentang perkataan Bu Lisa. Mereka juga memimpikan Bu Lili yang sedang menangis kareka kehilangan anaknya.
Keesokan harinya, Rara dan Riri berjualan kue ke SMP lagi. Berulang kali mereka mencoba masuk, tetapi berulang kali juga mereka tertangkap oleh satpam sekolah tersebut.
Pada ke sembilan kalinya mereka mencoba masuk ke SMP tersebut, satpam sekolah tersebut sudah tidak tahan lagi. Satpam tersebut membawa Rara dan Riri ke Kantor Polisi, Rara dan Riri hanya bisa pasrah. Di Kantor Polisi mereka bertemu dengan Bu Lili yang sedang melaporkan anaknya yang hilang. Setelah Bu Lili mengetahui bahwa Rara dan Riri ditangkap, beliau langsung membebaskan Rara dan Riri dari satpam tersebut. Rara dan Riri sangat berterima kasih kepas Bu Lili.
Bu Lili mengajak Rara dan Riri pilang ke rumah mereka. Tentu saja dengan senang hati Rara dan Riri menerima Bu Lili yang baik hati sebagai tamu mereka.
Sesampainya di rumah, Bu Lisa kaget dengan kehadiran Bu Lili di rumahnya. Terfikir kesalahan yang diperbuat Rara dan Riri dalam benak Bu Lisa. Setelah dipersilahkan masuk, Bu Lili masuk ke dalam rumah Rara dan Riri dan menjelaskan yang terjadi. Bu Lisa sangat berterima kasih dengan kemurahan hati Bu Lili. Ketika Rara memberikan camilan, terlihat kalung yang tidak asing lagi untuk Bu Lili.
“Kalung dari mana Ra???” tanya Bu Lili dengan penasaran.
“Peninggalan sejak saya ditemukan oleh Bunda.” jawab Rara singkat.
“Maksudnya??” tanya Bu Lili yang tidak mengerti.
“Kami bukanlah anak kandung Bunda. Kami ditemukan di Pos Kampling sebelah. Kami mencoba mencari Mama kami yang sebenarnya tetapi tidak berhasil.” jawab Riri sembari meneteskan air mata.
“Boleh ku lihat??” tanya Bu Lili. Rara dan Riri memperlihatkan kalungnya kepada Bu Lisa, tanpa sadar Bu Lili menangis. Bu Lili membuka liontin ‘R’ tersebut dan terlihat nama ‘Rani’ dan ‘Rina’.
“Kalian bernama Rani dan Rina.” kata Bu Lisa. Rara dan Riri yang sangat bingung menangis dan memeluk Bu Lisa.
“Maksudnya apa Tan??” tanya Rara sambil menangis.
“Kalian adalah anak Tante yang hilang beberapa tahun lalu. Maukah kalian ikut bersama Tante??” kata Bu Lili yang sebenarnya adalah mama kandung Rara dan Riri.
“Kami ingin Ma, tetapi dengan Bunda.” kata Rara dan Riri serentak. Bu Lisa yang sangat kaget hanya terdiam dan menangis bahagia.
“Tentu, kalian akan Mama sekolahkan di SMP.” kata Bu Lili.
“Terima kasih Ma.” Jawab mereka.
Bu Lisa, Bu Lili, Rara dan Riri. Pun pulang ke rumah baru mereka. Pada hari itu juga yang bertepatan pada tanggal 2 Mei, mereka mencari SMP yang cocok untuk Rara dan Riri. Rara dan Riri akhirnya menentukan untuk bersekolah di SMP  Harapan Bangsa. Rara dan Riri bersekolah dengan giat, tiada kata terlambat untuk belajar. Mereka menjadi bintang kelas setiap tahun. Dan hidup bahagia dengan Mama dan Bunda.nya.
Rara dan Riri mendapat pelajaran yang sangat berharga. Mereka tidak akan melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman tersebut telah membekas di hati dan menjadi pedoman bagi Rara dan Riri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar