Dari beberapa waktu kebelakang, banyak terjadi bencana alam di Indonesia. Bencana alam tersebut seperti banjir Menado dan Mojoagung, gunung meletus di Sinabung dan Kelud, serta tanah longsor di Desa Ngrimbi, Bareng. Banyak korban jiwa dalam situasi tersebut, orang-orang kehilangan rumah, kehilangan materi dunia bahkan kehilangan anggota keluarga. Jika kita perdalam tentang penyebab terjadinya bencana-bencana tersebut, tidak lain berasal dari kegundulan hutan, penyumbatan air sungai, atau lebih tepat disebut kerusakan lingkungan. Manusia tidak dapat memungkiri bahwa kejadian-kejadian tersebut erat kaitannya dengan perilaku pola hidup manusia memperlakukan alam. Sebagai makhluk bertuhan, dalam keadaan yang sulit, manusia akan mendekatkan diri kepada Allah ataupun bisa bertambah jauh dengan menyesalkan apa yang terjadi. Namun perasaan tersebut tidak seharusnya ada karena mengacu pada QS. Ali Imran (3):ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ(Adzab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba Nya.
Selain untuk menanam dan memelihara tanaman, sepantasnya kita memelihara substansi yang dihasilkan oleh pohon yang kita tanam yaitu air. Dalam agama Islam, air merupakan tonggak dilaksanakannya ibadah mengingat berwudhlu alaha menggunakan air, bukan yang lain. Oleh karena pentingnya air, kita harus menjaganya agar tetap lestari dan tidak menyia-nyiakan sumber air yang ada. Hal tersebut mengacu pada salah satu hadist riwayat Abu Daud yang berbunyi : Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air besar di sumber air, ditengah jalan, dan di bawah pohon yang teduh. Dari hadist tersebut, penekanan awal terjadi pada sumber air yang menunjukkan betapa Islam mengharuskan untuk menjaga lingkungan. Dengan manusia menjaga lingkungan maka sama saja kita menjaga kelangsungan kesejahteraan hidup manusia untuk masa yang akan datang.
**dari berbagai sumber